26 Agustus 2013

MAYA

tembok berwarna usang
daun-daun berguguran
awal dan akhir yang berbataskan sebuah garis imaji
oh, malam ini terlampau sepi

dan sebuah cermin berdebu di ruang depan
dan pendar sinar rembulan menerobos jendela kusam
terdengarlah hela nafas yang melewati puluhan tahun
oh, sungguh udara ini menebar racun
menyengat hati yang lengah
mencekat jiwa yang lemah

dengan anggunnya,
di loteng itu maya menari
menyibakkan jarik melelehkan nurani
tapak kakinya menyisakan aroma lara
lentik tangannya menandakan luka

dengan kelamnya,
bermandikan rembulan maya terus menari
sambil terus menggumamkan tembang-tembang sunyi
oh, dia tak akan berhenti
untuk setiap khilaf yang kini dia ratapi
untuk setiap rindu yang kini dia tangisi

o angsluping baswara anggawa duka
tumuslup ing ati tanpa kena diwaleri
sansaya wengi
nglenggana sansaya ndadi
sepi
sepining diri

22 Agustus 2013

PETAKA

matilah kau!
baru saja kau patahkan hati
milik seorang wanita yang tercipta dari api

20 agustus 2013

16 Agustus 2013

ROMANSA SANG ANARKI

matahari baru saja mengakhiri perjalanannya yang nyenyat
dan kembali menuju horison barat

pulanglah, sang penantang
tumpahkan sepimu di bahu kekasihmu
dunia tahu,
kau terlampau lelah menentang
kau terlampau lama menyembunyikan
satu ruang hatimu yang butuh belaian

pulanglah,
beristirahatlah,
wahai engkau sang pembangkang
yang menghabiskan hari
berusaha merobohkan tembok tirani hitam
berusaha mengacaukan sunyinya keyakinan akan tuhan
berusaha menjahit kembali sayapmu
untuk terbang menuju kebebasan

tidurlah, sang ksatria bermata hitam
yang merindukan dunia tanpa dendam

tidurlah,
aku tahu perjuanganmu
adalah romansa paling menyakitkan

11 Agustus 2013

PARAGRAF TERAKHIR

aku bisa merasakan takdirku
mengembun di tembok tua
lorong remang rumah sakit

penantian ini menebas nadiku, sayang
mematikan
menyakitkan
membuat detak jantung kotorku
terjebak dalam ketimpangan nada sumbang

aku lelah, sayang
bersandiwara di atas panggung kosong
tanpa penonton

jadi sebelum kau pulang,
sampaikan padanya yang sedari tadi
menunggu di balik pintu
bisikkan ditelinganya
tak perlu lagi dia mengintaiku
renggut aku kapanpun dia mau


Rumah Sakit Dr. Moewardi, Surakarta
13 Juli 2013 

7 Agustus 2013

JALANAN DI UJUNG KOTA

jalanan tua di ujung kota
sebuah jalur kereta yang menuju entah kemana
dan seorang pedagang dengan mata berdebu
termenung di ujung jalan,
menunggu nafas terakhirnya laku

jalanan sepi di ujung kota
para bajingan diam-diam menangisi takdirnya
sambil berharap tuhan tak mengetahuinya
dan sebuah kios dengan si kasir buta
yang tak berhenti menawarkan berbagai warna

jalanan terkutuk di ujung kota
seorang nabi menghukum dirinya sendiri
atas cinta hitamnya kepada sunyi
karena dia bisu
karena mukjizatnya adalah
merancang pilu

jalanan dosa di ujung kota
seorang pelacur menyulut air mata
setelah dia tak bisa mengeja namanya
hingga hujan berwarna hitam
menghapusnya dari tengah jalan

jalanan panjang di ujung kota
untuk pertama kalinya aku menatap matamu
lalu kita saling menyapa,
dan jatuh cinta


2 agustus 2013

2 Agustus 2013

FAKTA-FAKTA MENARIK DI BALIK STREET POEMS (Bagian 2)

Setelah tertunda beberapa lama, akhirnya saya berhasil merampungkan bagian kedua tulisan saya tentang fakta-fakta unik dari blog Street Poems (bagian pertama dapat dibaca di sini).

Berikut adalah beberapa fakta dan kejadian yang menarik dan memorable bagi saya pribadi selama menulis di blog ini:

KAU YANG TERLUKA

dari sudut gelap dunia
aku memapahmu yang terluka
ribuan cabik di punggungmu
jutaan nanar di matamu
sebuah dosa membayangi takdirmu

dengarkan aku,
jangan kau terjatuh dulu
jangan kau lepaskan nafas terakhirmu
jangan sekarang!
lihatlah garis langit timur belum juga berpendar
masih terlalu gelap untukku
aku tak bisa menatapmu
aku tak bisa menyentuh wajahmu
yang akan kuabadikan di ruang kamarku

aku tahu akhir mengintaimu
dari balik punggungmu
dengarkan aku,
sekejap lagi kita akan berpijak pada cahaya
kuatkan dirimu,
akan kutahan sang akhir hingga terbit surya

tapi akhirnya kau terjatuh juga,
kau lepaskan nafasmu seluruhnya
aku memangkumu,
berkalikali menggumamkan namamu
yang berkilauan luka
bahkan kita masih terjebak buta
aku tak sempat menatapmu,
kau tak sempat membisikkan selamat tinggalku

maafkan aku,
ternyata cahaya itu tak pernah ada