30 Maret 2015

SAPAAN PERTAMA

Siapa itu de Baron Martha? Dia hanya kakak kelas saya saat SMA. Bahkan saya yakin, jika saya lebih mengenal Street Poems daripada dia. Jujur saja sebenarnya saya tidak pandai berbasa-basi. Jadi, perkenankan saya dan Street Poems bisa berbagi tulisan bersama. Street Poems yang saya yakin telah memiliki jiwanya sendiri dan mampu berbincang dengan saya.

Terima kasih de Baron Martha telah menampung saya di sini, sebagai keluarga.


AyundaSasmi.

BAGIAN BARU DARI STREET POEMS

Jika ditanya apa arti Street Poems buat saya, saya akan menjawab bahwa blog ini adalah bagian dari hidup saya. 2008 lahir, dan tanpa disangka mampu bertahan hingga saat ini. Delapan tahun. Bukan waktu yang sebentar.

Kecintaan saya pada dunia kepenulisan, puisi khususnya, sudah tumbuh sejak saya masih berada di bangku sekolah dasar. Dan mungkin Street Poems-lah, yang merupakan media pertama untuk meneriakkan tulisan-tulisan saya kepada dunia. Sebuah blog yang delapan tahun ini saya kelola sendirian, saya pertahankan sendirian dan saya sebarkan sendirian.

Tapi hari ini, ijinkan saya memperkenalkan anggota keluarga baru dari Street Poems. Seorang wanita yang tulisannya selalu bisa memukau saya. Seorang pemalu yang ide dan imajinasinya selalu luar biasa. Seorang penulis yang tulisan-tulisannya (menurut dia sendiri) berkembang dan terus berkembang bersama Street Poems.

Dan yang paling penting, Street Poems juga telah menjadi sesuatu yang sifatnya personal bagi dia pribadi. Blog ini (bahkan tanpa saya sadari) telah dia anggap sebagai guru dan pemacu baginya untuk terus menulis. Maka dari itulah, saya mengundangnya untuk masuk dan ikut menjadi bagian dari Street Poems. Mengajaknya untuk membagi imajinasi-imajinasinya lewat Street Poems. 

Jadi, untuk hari-hari kedepan, blog ini tak hanya akan berisi tulisan-tulisan dan puisi-puisi saya. Tapi juga karya-karya dari dia.

So, let me introduce the new part of Street Poems; Miss Ayunda Sasmi!



Regrads,
de Baron Martha

29 Maret 2015

LARUNG BILUR

larung bilur
tepi pantai selatan
langgam kidung
anyir persembahan

malam menyalanyala
riuh mantramantra
bethari durga
o, bethari durga

12 Maret 2015

KITA AKAN MATI SEPERTI INI

kita akan mati seperti ini
di hari yang mendung
di musim yang meratapi sepi

tak kau dengarkah rintik hujan peluru?
tak terasakah sekepal rasa rindu
jangan menangis, kataku
jangan lagi kau nadakan pilu
ajal tak sebaik yang nabi-nabi sabdakan
maut tak akan sudi memberikan kesempatan
apalagi kepada kita
yang bernafas dari darah dan perang

lalu kita akan mati seperti ini
di kelelahan yang legam
di kesepian yang menyakitkan

kenapa kau tak bersandar di bahuku?
sekejap saja sebelum waktu genap membeku
sebab seusai ini, mereka tak akan mengenangmu
namamu tak'kan pernah diukir di batu-batu
kita akan terlupakan
selayaknya ketika kita terlahir dulu

dan kita akan mati seperti ini
tak bernama
sirna

DI SUDUT JALAN MENUJU MATAHARI

memar di tepian matamu
mengingatkanku akan jalan menuju rumah
: yang tak pernah kumiliki