31 Januari 2014

I

Ditulis oleh Fiore

Luapan keronta suatu senja
Bukan jingga dan kelam
Pekat,
menyayat bak tinta tumpah pada sekeping hati

Damai itu perih!
Derita malam bersentuhan lara
Daya tumbang tak terhingga
Menggilas bibir ranum senyum
Hilang lalu terbuang
Dan tak berbekas kenangan

Apa yang kuat dan terkuat bisa dilelehkan?
Upaya sang penghancur takkan pernah terkubur
Sebelum keping-keping
Butir demi butir
Abu berterbangan kemudian lenyap
Penghancur takkan mundur

Hinggap pada sehelai sayap rusak
Membebaninya dan menindas
Luapan keronta selalu ada
Luapan lara jingga senja.

(tentang siapa fiore, dapat dibaca di sini)

22 Januari 2014

PERKENALKAN; NAMANYA FIORE

Ada ungkapan yang mengatakan, bahwa sesuatu yang paling polos  terkadang mungkin malah memiliki kejujuran yang lebih indah dari apapun. Saya adalah salah satu yang mempercayai ungkapan tersebut. Dan saya mulai untuk percaya, ketika beberapa waktu lalu seorang sahabat mengirimkan beberapa puisinya (yang lebih suka dia sebut 'tulisan') kepada saya.

13 Januari 2014

SEEKOR BURUNG GAGAK

di sebuah pagi,
seekor burung gagak tergeletak mati
di tengah jalan

matanya memar dan nyaris terbakar
kami berkumpul mengelilingi jasadnya
membicarakan kematiannya
menerka-menerka
sambil terus mencari jawabannya

mungkin dia tersesat hingga pagi tiba
mungkin dia terlambat menghindari sang surya

mungkin pendar matahari melukai matanya
membutakannya
bisa saja, pikirku
karena kami tahu takdirnya
sebagai pembawa kabar maut yang dilahirkan oleh legam malam
karena kami mengenalnya
sebagai penyulam dukacita yang bernafas dalam kegelapan

seekor gagak selalu takut akan cahaya
seekor gagak selalu membenci sisi terang dunia
karena dia tahu,
jika dia digariskan sebagai pewarta kematian manusia
maka suatu hari mataharilah yang akan mewartakan kematiannya

kami masih berkumpul mengelilingi jasadnya
membicarakan kematiannya
menerka-nerka
tanpa pernah menemukan jawabannya

hingga satu-persatu dari kami melangkah pergi
meninggalkan jasad seekor burung gagak
yang tergeletak mati ditengah jalan
,di suatu pagi

4 Januari 2014

HITAM, SUNYI, MAHA

ini adalah romantika berwarna hitam
ketika kugores ujung jariku,
lalu dengan darahnya
kulukis lekuk bibirmu di kusamnya tembok penjara

ini adalah romantika paling sunyi
ketika kau masih menantiku di tepian hari,
walau kau sendiri tahu
bahwa aku tak akan pernah kembali

ini adalah romantika paling maha
tepat sebelum maut mengeksekusi nafasku,
aku menyadari bahwa kau mencintaiku
walau kau tak pernah tahu siapa namaku