5 Oktober 2014

Review: METROPOLIS

Pertama kali saya menemukan novel Metropolis ini, adalah ketika pada sebuah sore saya berjalan-jalan di sebuah toko buku terkenal tanpa tahu apa yang harus saya beli. Buku setebal 350 halaman ini tergeletak di salah satu rak dan dengan random sayapun mengambilnya. Sekejap membaca sinopsis yang ditulis di cover belakang, saya lalu menentengnya ke kasir, membayarnya dan membawanya pulang ke rumah.

Metropolis dimulai dengan suasana pemakaman seorang tokoh dunia hitam legendaris bernama Leo Saada. Di pemakaman yang dihadiri beberapa orang itu, ada tokoh Bram -seorang polisi muda cerdas-, Ferry Saada, sang pewaris kerajaan kriminal keluarga Saada sekaligus anak dari Leo yang ambisius, dan seorang wanita asing yang berada diantara pelayat. 

Kematian Leo Saada hanyalah awal dari segalanya. Awal dari sebuah konflik pelik yang akan menyeret pembacanya menuju sudut-sudut paling gelap kota Jakarta. Awal dari sebuah problematika nan kompleks yang akan membawa kita larut dalam tur panjang bertemakan dunia kriminal kota Jakarta. Mulai dari kelompok bandit kelas atas berkode Sindikat 12, wanita misterius bernama Miaa, sampai dendam masa lalu yang dibawa oleh anak muda penyakitan bernama Johan.  

Jika kita bicara ketegangan dan alur yang memacu adrenalin, maka Metropolis adalah bacaan yang tak akan membiarkan anda berhenti membuka halaman demi halaman. Sang kreator, Windry Ramadhina, tahu betul bagaimana caranya menumbuhkan pertanyaan-pertanyaan, membuka satu persatu tabir rahasia dan menyajikan satu porsi besar rasa tegang dengan tingkat yang begitu intens. Untuk ukuran sebuah novel bergenre thriller/criminal Indonesia, baru Metropolislah yang menurut saya sangat total dalam mengeksplor karakter setiap tokohnya, mengalirkan alur cerita dengan amat baik dan menutupnya dengan sebuah ending yang cukup mengejutkan.

Perhatian utama saya di sini -selain tingkat ketegangannya- adalah bagaimana Windry berhasil membuat karakter-karakter yang begitu khas dengan sifat dan ciri masing-masing, namun tidak lantas merusak keseimbangan. Bahkan untuk tokoh-tokoh cameo macam Erik the rookie, Moris Greand atau Burhan Saputra. Semuanya mendapatkan porsi panggung mereka sendiri-sendiri untuk unjuk gigi dan menjadi show-stealer di beberapa bagian cerita. Grup kriminal ciptaan Windry bernama Sindikat 12 pun juga begitu menarik. Membayangkan dunia bawah tanah Jakarta dikuasai oleh 12 bromocorah dengan lahan dan bisnis mereka yang berbeda-beda, namun saling melengkapi satu sama lain.

Tapi bukannya tanpa kelemahan, Metropolis memiliki lubang menganga pada segmen di tubuh kepolisian. Entah Windry kurang melakukan observasi atau apa, tapi ada banyak ditemukan kejanggalan pada penyebutan tingkat kepangkatan para Polisi dan dialog antara atasan-bawahan yang terdengar janggal. Namun bagi saya pribadi, kekurangan itu tertutupi oleh alur yang terus melaju dengan begitu cepat dan ketegangan yang berhasil dibangun dengan sangat baik. Dalam level yang tepat.

Maka, bacalah Metropolis, dan anda akan dibawa masuk ke dalam gang-gang sempit, klub-klub malam penuh gemerlap, kejahatan besar dan kotornya undercover world. Anda akan diseret menuju alur ketegangan yang intens; mengajak anda memahami arti sebuah dendam, pengkhianatan, ambisi, rahasia dan cinta. Serta menyadarkan kita, bahwa dunia ini ternyata tak sesederhana hitam dan putih; malaikat dan iblis; baik dan buruk.
RATE : 7.5/10



INFO BUKU:
  • Judul      : Metropolis
  • Penulis    : Windry Ramadhani
  • Penerbit   : Grasindo
  • Jenis      : Novel
  • Genre      : Thriller/Criminal
  • Tahun      : 2013


de Baron Martha

Tidak ada komentar: