tembok berwarna usang
daun-daun berguguran
awal dan akhir yang berbataskan sebuah garis imaji
oh, malam ini terlampau sepi
dan sebuah cermin berdebu di ruang depan
dan pendar sinar rembulan menerobos jendela kusam
terdengarlah hela nafas yang melewati puluhan tahun
oh, sungguh udara ini menebar racun
menyengat hati yang lengah
mencekat jiwa yang lemah
dengan anggunnya,
di loteng itu maya menari
menyibakkan jarik melelehkan nurani
tapak kakinya menyisakan aroma lara
lentik tangannya menandakan luka
dengan kelamnya,
bermandikan rembulan maya terus menari
sambil terus menggumamkan tembang-tembang sunyi
oh, dia tak akan berhenti
untuk setiap khilaf yang kini dia ratapi
untuk setiap rindu yang kini dia tangisi
daun-daun berguguran
awal dan akhir yang berbataskan sebuah garis imaji
oh, malam ini terlampau sepi
dan sebuah cermin berdebu di ruang depan
dan pendar sinar rembulan menerobos jendela kusam
terdengarlah hela nafas yang melewati puluhan tahun
oh, sungguh udara ini menebar racun
menyengat hati yang lengah
mencekat jiwa yang lemah
dengan anggunnya,
di loteng itu maya menari
menyibakkan jarik melelehkan nurani
tapak kakinya menyisakan aroma lara
lentik tangannya menandakan luka
bermandikan rembulan maya terus menari
sambil terus menggumamkan tembang-tembang sunyi
oh, dia tak akan berhenti
untuk setiap khilaf yang kini dia ratapi
untuk setiap rindu yang kini dia tangisi
o angsluping baswara anggawa duka
tumuslup ing ati tanpa kena diwaleri
sansaya wengi
nglenggana sansaya ndadi
sepi
sepining diri
tumuslup ing ati tanpa kena diwaleri
sansaya wengi
nglenggana sansaya ndadi
sepi
sepining diri